Ini data-data yang cukup mengejutkan. Selama ini tidak pernah dibuka, namun kini pemerintah sendiri mengungkapkannya. Setelah pemerintahan berganti dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto, pendekatan dan komunikasinya sedikit lebih terbuka.
Dalam paparan terbaru, sejumlah besar indikator pembangunan yang dicanangkan pemerintahan lalu tidak tercapai. Dari 16 indikator, hanya empat yang tercapai, sisanya 12 tidak tercapai hingga akhir tahun 2024 ini.
Ini data dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas tentang evaluasi capaian pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024.
“Dengan basis evaluasi ini, kami berencana melakukan apa yang menjadi visi misi pemerintahan baru,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas Rachmat Pambudy dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa, (12/11/2024).
Menurut Bappenas, evaluasi dilakukan dengan membandingkan posisi baseline pada 2019, capaian pada 2023, proyeksi pada 2024 dan target yang ada pada RPJMN, serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP). “Dengan basis evaluasi ini, kami berencana melakukan apa yang menjadi visi misi pemerintahan baru,” kata Rachmat Pambudy.
Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi pada RPJMN 2019-2024 ditargetkan 6,2%-6,5%, sementara pada RKP sebesar 5,3-5,7%, namun pada akhir 2023 lalu pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,05%. Untuk indicator ini diperkirakan tidak akan tercapai hingga akhir 2024 nanti.
Indikator Pertumbuhan Investasi dengan baseline 2019 sebesar 4-5 persen, capaian 2023 sebesar 4,4 persen, serta target RPJMN 6,6-7 persen, dan RKP 6,2-7 persen. Kemudian pangsa (share) Industri Pengolahan dengan baseline 2019 sebesar 19,7 persen, capaian 18,67 persen, sementara dalam RPJMN ditetapkan 21 persen.
Begitu pula dengan indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang memiliki baseline 5,23 persen, capaian 5,32 persen, RPJMN 3,6-4,3 persen, dan RKP 5-5,7 persen.
Selanjutnya, tiga indikator yang terdapat dalam kategori kesejahteraan sosial juga diprediksi tak tercapai selaras dengan target, dan satu indikator sesuai target.
Indikator Tingkat Kemiskinan memiliki baseline 9,22 persen dengan capaian 9,36 persen, RPJMN 6-7 persen, dan RKP 6,5-7,5 persen. Indeks Rasio Gini dengan baseline 0,38, capaian 0,388, RPJMN 0,36-0,374, dan RKP 0,374-0,377.
Terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mempunyai baseline 71,92 persen dengan capaian 73,55 persen, RPJMN 75,54 persen, dan RKP 73,99-74,02 persen. Adapun Nilai Tukar Petani (NTP) dengan baseline 100,90, capaian 112,46, RPJMN 105, dan RKP 105-108, yang berarti sesuai target.
Bila disederhanakan, 12 indikator yang tidak tercapai. Itu mencakup indikator pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan industry, pangsa industri pengolahan, kemudian target penurunan tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan, demikian pula dengan target penurunan gini ratio, Indeks pembangunan manusia, ketersediaan beras, penurunan emisi gas rumah kaca, Porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional, Angka partisipasi kasar pendidikan tinggi dan indicator mengenai angka kematian ibu (per 100.000 kelahiran).
Sementara itu, empat indikator yang diperkirakan tercapai adalah mengenai nilai tukar petani, skor pola pangan harapan, rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, dan terakhir indicator mengenai penurunan emisi gas rumah kaca.
Bagi sebagian orang, pengungkapan angka-angka tersebut mungkin saja menyakitkan. Bisa saja ada yang menuduhnya bermuatan politis untuk memperlihatkan kepada publikc bahwa ternyata pemerintahan Presiden Jokowi tidak mampu mencapai target-target yang telah ditetapkan.
Namun kita menghargai sikap pemerintah yang lebih jujur dan terbuka. Data dan angka-angka tersebut valid karena diumumkan oleh pemerintah sendiri sehingga tidak perlu ada kecurigaan berlebihan. Dengan sikap terbuka dan jujur itu maka sebetulnya pemerintah akan bisa bekerja dengan basis yang realistis dalam mengejar target-target baru. Rakyat pun bisa mengontrolnya karena data-datanya sama.
Kita mendorong pemerintah untuk terus bersikap jujur dan terbuka. Yaitu kesediaan untuk mengungkapkan semua perkembangan indicator-indikator pembangunan kepada rakyat dari waktu ke waktu. Kejujuran dan keterbukaan itu juga berarti tidak berusaha menutupi fakta yang ada, sekalipun kinerjanya buruk. Jangan sampai kinerja buruk dipoles-poles agar tampak lebih bagus.
Sikap jujur dan terbuka ini sangat penting agar rakyat juga bisa membantunya, bagaimana berpartisipasi meringankan beban pemerintah yang memang tidak ringan. Semoga pemerintah makin realistis dalam mengendalikan pembangunan ke depan.
*Naskah ini sudah diterbitkan sebagai Tajuk Rencana suratkabar berbahasa Mandarin, Indonesia Sangbao, pada 14 Novermber 2024