REKLAMASI & ANCAMAN PEMBELAHAN BANGSA SIAPA PEDULI?

B. WiwohoHankam3 weeks ago15 Views

Dr.Sutrimo Sumarlan, Dirjen Potensi Pertahanan di era Menhan Ryamizard Ryacudu, Kamis (23/1/2025 pukul 09.42) mengirim gambar Peta Reklamasi Nasional (yang ternyata reklamasi sedang berlangsung di seluruh wilayah Indonesia) ke grup WA NusantaraJaya, sebuah grup WA yang anggotanya hanya 26 orang, yang berasal dari lintas angkatan dari generasi muda sampai usia di atas 80-an, aktivis, mantan pejabat, Guru Besar dan sejumlah purnawiran perwira tinggi TNI-Polri, yang pada umumnya kritis dalam menyikapi keadaan bangsa dan negara.
Dua jam sebelumnya, Irjenpol (Purn) M.Arief Pranoto yang menggeluti masalah geopolitik, memposting artikel “Menjerat Elang Menjebak Naga (Bag-3) : Kontra Skema Geopolitik dan Kesisteman atas Penjajahan Gaya Baru di Bumi Pertiwi“. Untuk kesekian kalinya, mas Arief, demikian kami biasa memanggil, membedah Perang Asimetris dengan penjajahan gaya barunya di Indonesia melalui perubahan UUD 1945 (oleh para aktivis, UUD yang diubah itu kemudian dinamakan UUD 2002), beserta berbagai dampak negatifnya pada kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini.
Empat setengah jam dari postingan Dr.Sutrimo, wartawan senior Tjahja Gunawan memposting peta yang sama di Instagramnya, dilengkapi artikel: „Proyek Reklamasi Memperbesar Kesenjangan Sosek Dalam Masyarakat“.
Ketiga postingan di atas memperkuat tulisan saya 2 hari sebelumnya di panjimasyarakat.com yang berjudul: Belajar dari Kasus Pagar Laut: Siapa Peduli Peringatan Dua Jenderal TNI tentang Invasi Senyap Investasi Asing. Juga mengingatkan penulis pada buku ke-3 trilogi TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU bab Pembelahan Bangsa (B.Wiwoho, Penerbit Buku Kompas, 2024: 226 – 236).
Bab itu menguraikan berbagai data dan fakta pasca Reformasi, yang berpotensi besar, bahkan sudah cenderung mengarah pada perpecahan bangsa.
Gerakan mazhab-mazhab agama di Indonesia misalnya, mulai terasa kuat di awal dasa warsa 1990-an, yang merupakan bagian dari Perang Asimetris Global dengan berbagai turunannya untuk memecah Indonesia, kalau perlu menjadi belasan negara. Potensi Indonesia pecah menjadi 7 sampai 8 negara pernah pula dikemukakan oleh diplomat senior Amerika Serikat Paul Wolfowitz kepada Presiden B.J.Habibie.
Pak Habibie kemudian meminta Prof.Dr.Sofian Effendi membahas peringatan Wolfowitz tadi, yang selanjutnya dilakukan dalam suatu pertemuan tertutup di Yogyakarta dengan tuan rumah Prof. Dr. Sofian Effendi, diikuti antara lain Sri Sultan Hamengkubuwono X, Jenderal Ryamizard Ryacudu, Prof. Dr. M. T. Zen, Dr. Hariman Siregar, Dr. Gurmilang Kartasasmita, B. Wiwoho dan beberapa orang staf Prof. Sofian Effendi.( Sofian Effendi, 1998: Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia dan 2002–2007: Rektor Universitas Gadjah Mada).
Dalam pertemuan disimulasikan berbagai ancaman perang modern, sampai dengan kemungkinan terburuk serangan peluru kendali antarnegara, serta berbagai bentuk perang modern lainnya yang tidak berupa perang konvensional. Juga berbagai simulasi seandainya Indonesia berhasil dipecah. Tidak usah sampa delapan, apalagi belasan
Maka negara-negara pecahan itu yang meski secara potensial kaya dengan sumber daya alam, akan sangat lemah sehingga mudah dikuasai bangsa dan negara lain. Sebagai negara kepulauan dengan lebih 17.500 pulau dan lebih 300 suku-bangsa, pecahan-pecahan negara itu akan lemah dalam masalah ketahanan nasional termasuk angkatan perangnya, serta kesulitan menguasai alur laut kepulauan dan Zone Ekonomi Eksklusif.
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) adalah Alur laut yang ditetapkan sebagai alur untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional. Alur ini merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing di atas laut tersebut secara damai dan normal.
Indonesia semenjak era Reformasi sedang hendak dirobek- robek oleh politik identitas yang diwarnai berbagai pembelahan SARA serta upaya penguasaan asing mengulang jejak penjajahan Belanda dan Portugis dengan alasan bisnis seperti awal abad 16 yang silam. Investasi asing kembali menguras sumber daya alam, memporakporandakan alam Indonesia dan bahkan rahmat bagi semesta alam.
Mereka banyak menguasai wilayah-wilayah strategis di Indonesia, salah satunya adalah melalui model-model reklamasi sebagamana yang kini sedang heboh. Semua itu menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan yang sangat menyolok, berpilin, berkelindan satu sama lain, dengan jargon-jargon dan ujaran kebencian, pembelahan, radikalisme, kadrun, cebong, kampret dan sejenisnya.
Proyek-proyek reklamasi apalagi jika betul sesuai yang digambarkan dalam Peta Reklamasi Nasional di atas, sungguh tidak masuk akal sehat, sementara banyak tanah daratan dan pulau-pulau (dari lebih 17.500 pulau) yang belum digarap secara optimal disertai penyebaran penduduk yang tidak merata, bahkan sebagian besar tersedot ke perkotaan-perkotaan terutama ke pulau Jawa, lebih khusus lagi ke Jabodetabek.
Pemusatan penduduk seperti itu terjadi karena meskipun Republik Indonesia sudah berusia 80 tahun, namun Jakarta masih serakah dengan menguasai sekitar 70% dari peredaran uang nasional. Ini terjadi lantaran Pembangunan kita belum merata, dan tidak akan bisa diatasi hanya dengan membangun sebuah Ibu Kota Negara baru.
Indonesia harus membangun daerah-daerah pertumbuhan di setiap provinsi, bukan hanya satu propinsi, antara lain dengan menyebarkan secara bertahap kantor-kantor Kementerian dan Lembaga, sehingga mendorong pengembangan pusat-pusat kegiatan dan pertumbuhan di daerah. Sementara daerah didorong untuk mengembangkan potensinya dengan menumbuhkan produksi barang dan jasa yang berbasis pada keunggulan lokal dan masyarakat akar rumput.
Jadi bukan dengan membangun pulau atau wilayah-wilayah reklamasi yang sangat berpotensi menjadi ujung tombak invasi asing dan memecah belah bangsa.
Karena itu pula harus kita pahami dan sadari, bahwa masalah Pagar Laut bukan semata masalah pagar bambu dan membongkarnya. Meskipun mencabuti pagar bambu itu juga penting, tapi masalah besar yang sesungguhnya ada “di balik pagar”. Itu yang harus dipahami serta dibongkar habis, dan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Dan terutama lagi, basmi habis „semangat invasi senyapnya“. ***

#reklamasi #pembelahan bangsa #tonggak-tonggak orde baru # b.wiwoho #ryamizard ryacudu #b.j.habibie #paul wolfowitz #hariman siregar #indonesia pecah #sutrimo sumarlan #m.arief pranoto

B. Wiwoho
Author: B. Wiwoho

Wartawan - Penulis Buku

Leave a reply

Sign In/Sign Up Search Trending
Loading

Signing-in 3 seconds...

Signing-up 3 seconds...